Rabu, 03 Oktober 2018

Manajemen Berbasis Sekolah Dasar

Buku Manajemen Sekolah Dasar, https://www.guruenjoy.com/
Buku Manajemen Sekolah Dasar

MANAJEMEN SEKOLAH DASAR

Kali ini kami akan bagikan artikel mengenai Manajemen Sekolah Dasar, Kalau di perkuliahan khususnya PGSD ada mata kuliah ini dengan nama Manajemen Berbasis Sekolah. Untuk itu silahkan simaklah penjelasannya.

BAB 1

1. Deskripsi

A.    Latar Belakang dan pengertian MBS

Menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pelaksanaan pendidikan merupakan salah satu keharusan yang menjadi wewenang pemerintah kabupaten/kota. Dijelaskan pula dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta diskriminatif dengan menunjukan tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.

Baca juga :  
Dari penjelasan dua landasan normatif tersebut sebenarnya sudah cukup menjadi rambu-rambu bagi pelaksanaan desentralisasi pendidikan. Akan tetapi perlu adanya standarisasi dan pengendalian mutu secara nasional sebagai upaya membentuk kesatuan referensi dalam mencapai pendidikan yang berkualitas. Standar pendidikan ini telah diperkuat dengan adanya PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Pemberian Otonomi Pendidikan yang luas kepada lembaga pendidikan di Indonesia merupakan wujud kepedulian pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul dalam masyarakat, di samping sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan secara umum dan sebagai sarana peningkatan efisiensi pemerataan pendidikan, peran serta masyarakat dan akuntabilitas publik. Secara esensial, landasan filosofis otonomi daerah adalah pemberdayaan dan kemandiriaan daerah menuju kematangan dan kualitas masyarakat yang dicita-citakan.

Pemberian otonomi ini menuntut pendekatan manajemen yang lebih kondusif di sekolah agar dapat mengadopsi seluruh keinginan sekaligus memberdayakan berbagai komponen masyarakat secara efektif guna mendukung kemajuan dan sistem yang ada di sekolah. Dalam kerangka inilah MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) tampil sebagai alternatif paradigma baru manajemen pendidikan yang ditawarkan. 

MBS merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi kepada sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah.
MBS merupakan bentuk alternatif pengelolaan sekolah dalam rangka desentralisasi pendidikan yang ditandai adanya kewenangan pengambilan keputusan yang lebih luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang relatif tinggi, dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.


B. Peran Pemeritah atau Lembaga Terhadap Manajemen Berbasis Sekolah

1.Pemerintah Pusat

Manajemen Berbasis Sekolah berperan sangat penting karena sebagai penentu anggaran/dana  yang akan diberika kepada daearah di seluruh wilayah di Indonesia. Dana dari pemerintah pusat berupa dana BOS yang sudah dimulai  sejak tahun 2005 untuk siswa Sekolah Dasar. Selanjutnya untuk siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan sekarang siswa di tingkat SLTA juga mendapatkan bantuan Dana BOS.

2.Pemerintah Provinsi

Peran pemerintah daerah untuk memfasilitasi dan membantu staf sekolah atas tindakannya yang akan dilakukan sekolah, mengembangkan kinerja staf sekolah dan kinerja siswa dan seleksi karyawan. Dalam kaitannya dengan kurikulum, memfokuskan tujuan, sasaran, dan hasil yang diharapkan dan kemudian memberikan kesempatan kepada sekolah menentukan metode untuk menghasilkan mutu pembelajaran. 

Adapun Pemerintah kabupaten/kota menjalankan tugas dan fungsi : 
1) Memberikan pelayanan pengelolaan atas seluruh satuan pendidikan negeri atau swasta; 
2) Memberikan pelayanan terhadap sekolah dalam mengelola seluruh asset atau sumber daya pendidikan yang meliputi tenaga guru, prasarana dan sarana pendidikan, buku pelajaran, dana pendidikan dan sebagainya; 3) melaksanakan tugas pembinaan dan pengurusan atas tenaga pendidik yang bertugas pada satuan pendidikan. Selain itu dinas kab/kota bertugas sebagai evaluator dan innovator, motivator, standarisator, dan informan, delegator dan koordinator.

3.Pemerintah Kabupaten/Kota

Mengenai Penentuan alokasi di tingkat pemerintah kabupaten berdasarkan alokasi besaran dari pemerintah pusat (khusus gaji tenaga kependidikan).

Dana setiap anggaran pembangunan untuk bantuan operasional sekolah, pengadaan gedung, dan pengadaan laboratorium semuanya diberikan dalam bentuk blok gran yang diterimakan secara langsung ke sekolah-sekolah. Sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola anggaran tersebut dengan sepengetahuan Dewan Sekolah. Pengelolaan dana ini juga akan diikuti dengan sistem pengawasan yang intensif. Bantuan Block Grant untuk sekolah swasta disesuaikan dengan kemampuan negara.

Adanya kesepakatan secara demokratis antara orang tua dan sekolah apabila orang tua  dikenakan suatu biaya untuk anaknya. Sedangkan sumbangan sukarela tergantung ketersediaan sumber daya di masyarakat. Keberadaan dana ini sangat berbeda antara satu sekolah dengan lainnya. Bahkan, sekolah dengan kemampuan manajemen rendah, mungkin sekali tidak memiliki sumber dana ini. Pengelolaan dana ini harus sepengetahuan Dewan Sekolah.

4.Peran Dinas Pendidikan

Peran dan fungsi Departemen Pendidikan di Indonesia di era otonomi menyebutkan bahwa tugas pemerintah pusat antara lain menetapkan standar kompetensi siswa dan warga, peraturan kurikulum nasional dan system penilaian hasil belajar, penetapan pedoman pelaksanaan pendidikan, penetapan pedoman pembiayaan pendidikan, penetapan persyaratan, perpindahan, sertifikasi siswa, warga belajar dan mahasiswa, menjaga kelangsungan proses pendidikan yang bermutu, menjaga kesetaraan mutu antara daerah kabupaten/kota dan antara daerah provinsi agar tidak terjadi kesenjangan yang sangat mencolok, menjaga keberlangsungan pembentunkan budi pekerti, semangat kebangsaan dan jiwa nasionalisme melalui program pendidikan (PP No.25 thn 2000).

5.Peran Sekolah
Keikutsertaan masyarakat kepada penyelenggaraan sekolah telah diatur dalam suatu kelembagaan yang disebut dengan Komite Sekolah. Secara resmi keberadaan Komite Sekolah diarahkan melalui Surat KEMENDIKNAS Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Dalam  pembentukannya,  Komite Sekolah menganut prinsip transparansi, akuntabilitas, dan demokrasi. 

Komite diharapkan menjadi mitra sekolah yang dapat mewadahi dan menyalurkan aspirasi serta prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di sekolah. Tugas serta fungsi Komite Sekolah antara lain untuk mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu; mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan; dan menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

a. Tingkat sekolah, peran kepala sekolah sangat sentral. Jadi peran kepala sekolah adalah : sebagai evaluator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator dan motivator. Disamping enam fungsi diatas Wohlstetter dan Mohrman menyatakan bahwa kepala sekolah berperan sebagai designer, motivator, fasilitator dan liasion (Nurkholis, 2003:119-122). Dari fungsi-fungsi diatas Mulyasa (2005:97) menambahkan satu fungsi lagi, yakni sebagai educator (pendidik), yakni mampu memberikan pembinaan (mental, moral, fisik dan artistik) kepada guru dan staf serta para siswa.

b) Pedagogik reflektif menunjuk tanggungjawab pokok pembentukan moral maupun sikap intelektual dalam sekolah terletak pada para guru. Karena dengan dan melalui peran para guru hubungan personal autentik untuk penanaman nilai-nilai bagi para siswa berlangsung (Paul Suparno, dkk, 2002:61-62). Untuk itu guru yang profesional dalam kerangka pengembangan MBS perlu memiliki kompetensi antara lain kompetensi kepribadian (integritas, moral, etika dan etos kerja), kompetensi akademik (sertifikasi kependidikan, menguasai bidang tugasnya) dan kompetensi kinerja (terampil dalam pengelolaan pembelajaran).

C. Faktor yang mendukung Keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah meliputi:

1.Kepemimpinan dan manajemen sekolah yang baik
MBS akan berhasil jika ditopang oleh kemampuan professional kepala sekolah atau madrasah dalam memimpin dan mengelola sekolah atau madrasah secara efektif dan efisien, serta mampu menciptakan iklim organisasi yang kondusif untuk proses belajar mengajar.

2.Kondisi sosial, ekonomi dan keikutsertaan masyarakat terhadap pendidikan
Faktor dari luar yang akan turut menentukan keberhasilan MBS adalah kondisi tingkat pendidikan orang tua siswa dan masyarakat, kemampuan dalam membiayai pendidikan, serta tingkat apresiasi dalam mendorong anak untuk terus belajar.

3.Dukungan pemerintah
Faktor ini sangat membantu efektifnya implementasi MBS terutama bagi sekolah atau madrasah yang kemampuan orangtua/ masyarakatnya relative belum siap memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan pendidikan. alokasi dana pemerintah dan pemberian kewenangan dalam pengelolaan sekolah atau madrasah menjadi penentu keberhasilan.

4.Profesionalisme
Keprofesionalan sangat strategis dalam upaya menentukan mutu dan kinerja sekolah atau madrasah. Tanpa profesionalisme kepala sekolah atau madrasah, guru, dan pengawas, akan sulit dicapai program MBS yang bermutu tinggi serta prestasi siswa.

Faktor Penghambat

Faktor penghambat yakni kelemahan dan tantangan kepala sekolah profesional untuk meningkatkan kualitas pendidikan mencakup sistem politik yang kurang stabil, rendahnya sikap mental, wawasan kepala sekolah yang masih sempit, pengangkatan kepala sekolah yang belum transparan, kurangnya sarana dan prasarana, lulusan yang kurang mampu berkompetisi, rendahnya kepercayaan masyarakat, birokrasi serta rendahnya produktivitas kerja.

1. Sistem politik yang tidak stabil

Sistem politik yang kurang stabil dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara selain menimbulkan berbagai masalah dalam hidup dan kehidupan di masyarakat juga merupakan faktor penghambat lahirnya kepala sekolah profesional. Wakil-wakil rakyat di dewan yang lamban dan plin-plan dalam mengambil suatu prakarsa serta selalu menunggu demonstrasi masyarakat dalam mengambil suatu keputusan merupakan suatu sistem politik yang kurang stabil dan kurang menguntungkan. 

Kondisi semacam ini sangat mewarnai berbagai bidang kehidupan, termasuk pendidikan, beserta komponen yang tercakup di dalamnya. Pengembangan sumber daya pembangunan melalui sistem pendidikan yang memadai perlu ditunjang oleh sistem politik yang stabil dan kemauan politik yang positif dari pemerintah. Termasuk dalam hal ini adalah anggaran belanja yang dialokasikan untuk pendidikan.

2. Rendahnya sikap mental

Rendahnya sikap mental sebagian kepala sekolah merupakan faktor penghambat tumbuhnya kepala sekolah profesional. Rendahnya sikap mental tersebut antara lain terlihat dalam bentuk kurang disiplin dalam melaksanakan tugas, kurang motivasi dan semangat kerja, serta sering datang terlambat ke sekolah dan pulang lebih cepat dari guru dan tata usaha sekolah. Kondisi-kondisi tersebut sangat menghambat dan merupakan tantangan bagi tumbuh kembangnya kepala sekolah profesional yang harus dicarikan jalan pemecahannya secara tepat dan tepat.

3. Wawasan kepala sekolah yang masih sempit

Tidak semua kepala sekolah memiliki wawasan yang cukup memadai untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Sempitnya wawasan tersebut terutama terkait dengan berbagai masalah dan tantangan yang harus dihadapi oleh para kepala sekolah dalam era globalisasi sekarang ini, dimana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi informasi begitu cepat. 

Begitu cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyulitkan sebagian kepala sekolah dalam melaksanakan fungsinya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah, yang mampu menghasilkan lulusan untuk dapat bersaing di era yang penuh ketidak pastian dan kesemrawutan global (chaos). Kondisi tersebut antara lain disebabkan oleh faktor kepala sekolah yang kurang membaca buku, majalah dan jurnal; kurang mengikuti perkembangan; jarang melakukan diskusi ilmiah; dan jarang mengikuti seminar yang berhubungan dengan pendidikan dan profesinya. 

Disamping itu, sempitnya wawasan kepala sekolah disebabkan oleh keberadaan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3KS) yang belum didayagunakan secara optimal untuk meningkatkan profesionalisme kepala sekolah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Demikian pula halnya dengan keberadaan Musyawarah Kepala Sekolah (MKS) dimana lembaga ini hanya berperan sebagai tempat berunding kepala sekolah untuk menentukan besarnya pungutan terhadap peserta didik dalam melakukan suatu kegiatan

4. Pengangkatan kepala sekolah yang belum transparan

Pengangkatan kepala sekolah yang belum transparan merupakan suatu faktor penghambat tumbuh kembangnya kepala sekolah profesional. Hasil kajian menunjukkan bahwa pengangkatan kepala sekolah dewasa ini belum atau tidak melibatkan pihak-pihak masyarakat dan dunia kerja. Disamping itu, keputusan pemerintah mengenai jabatan kepala sekolah selama empat tahun dan setelah itu dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya belum dapat dilaksanakan. Hal tersebut secara langsung merupakan penghambat tumbuhnya kepala sekolah profesional yang mampu mendorong visi menjadi aksi dalam peningkatan kualitas pendidikan.

5. Kurang sarana dan prasarana

Kurangnya sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja (workshop), pusat sumber belajar (PSB) dan perlengkapan pembelajaran sangat menghambat tumbuhnya kepala sekolah profesional. Hal ini terutama berkaitan dengan kemampuan pemerintah untuk melengkapinya yang masih kurang. Disamping itu, walaupun pemerintah sudah melengkapi buku-buku pedoman dan buku-buku paket namun dalam pemanfaatannya masih kurang. Beberapa kasus menunjukkan banyak buku-buku paket belum didayagunakan secara optimal untuk kepentingan pembelajaran, baik guru maupun oleh peserta didik.

6. Lulusan kurang mampu bersaing

Rendahnya kemampuan bersaing dari lulusan pendidikan sekolah banyak disebabkan oleh kualitas hasil lulusan yang belum sesuai dengan target lulusan, sehingga para lulusan masih sulit untuk bisa bekerja karena persyaratan untuk diterima sebagai pegawai di suatu lembaga atau dunia usaha dan industri kian hari kian bertambah, yang antara lain harus menguasai bahasa asing, komputer dan kewirausahaan. Lulusan sekolah yang mau melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi setiap tahun bertambah banyak, namun kemampuan bersaing dalam ujian pada umumnya masih rendah sehingga persentase lulusan yang diterima dan bisa melanjutkan pendidikan hanya sedikit.

7. Rendahnya kepercayaan masyarakat

Masyarakat Indonesia pada umumnya masih memiliki tingkat kepercayaan yang kurang terhadap produktivitas pendidikan, khususnya yang diselenggarakan pada jalur sekolah. Pendidikan sekolah secara umum belum mampu melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yang siap pakai, baik untuk kerja maupun untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kurang berhasilnya program link and match (keterkaitan dan kesepadanan) dan belum berhasilnya program pendidikan berbasis masyarakat serta kurikulum berbasis kompetensi pada sekolah kejuruan menyebabkan kekurangpercayaan masyarakat terhadap pendidikan.

8. Birokrasi

Birokrasi yang masih dipengaruhi faktor feodalisme dimana para pejabat lebih suka dilayani daripada melayani masih melekat di lingkugan Dinas Pendidikan. Kebiasaan lain seperti kurangnya prakarsa dan selalu menunggu juklak dan juknis tidak menunjang bagi tumbuh kembangnya kepala sekolah profesional untuk meningkatkan kualitas pendidikan. 

Disamping itu, dalam lingkungan sekolah perilaku kepemimpinan kepala sekolah cenderung kurang transparan dalam mengelolah sekolahnya. Hal ini menyebabkan kurang percayanya tenaga kependidikan terhadap kepala sekolah, sehingga akan menurunkan kinerjanya dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. 

Disamping itu, hambatan lain yang memperlemah kinerja kepala sekolah adalah kurangnya kepekaan terhadap krisis , rasa memiliki dan rasa penting terhadap kualitas pendidikan, sehingga menyebabkan lemahnya tanggung jawab, yang dapat menurunkan partisipasinya dalam kegiatan sekolah. Fenomena tersebut terutama disebabkan oleh kondisi yang selama bertahun-tahun dimana kepala sekolah kurang mendapat pendidikan dan pelatihan yang mengarah pada sistem manajemen modern, kalaupun ada pelatihan-pelatihan seringkali kurang memacu prestasi dan potensi kepala sekolah.

9.Rendahnya produktivitas kerja

Jika prudiuktivitas yang rendah antara lain disebabkan oleh rendahnya etos kerja dan disiplin. Salah satu indikator dari masalah ini adalah masih rendahnya prestasi belajar yang dapat dicapai peserta didik, baik prestasi akademis yang tertera dalam buku laporan pendidikan dan nilai ujian akhir maupun prestasi non-akademis serta partisipasinya dalam kehidupan dan memecahkan berbagai persoalan yang ada di masyarakat. Lebih dari itu, tidak jarang peserta didik yang justru menambah masalah bagi masyarakat dan lingkungan, seperti keterlibannya dalam penggunaan obat-obat terlarang, VCD porno dan perkelahian antar-pelajar.

10. Belum tumbuhnya budaya yang bermutu

Tidak lupa juga setiap Kualitas merupakan gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Kualitas dipahami pula sebagai apa yang dipahami atau dikatakan oleh konsumen. Dalam konteks pendidikan, pengertian kualitas mencakup input, proses dan output pendidikan. Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. 

Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sedangkan output pendidikan merupakan kinerja sekolah, yaitu prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses dan perilaku sekolah.

Paradigma baru kepala sekolah profesional dalam konteks MBS dan KBK berimplikasi terhadap budaya kualitas, yang memiliki elemen-elemen sebagai berikut:
(1) informasi  kualitas harus digunakan untuk perbaikan;
(2) kewenangan harus sebatas tanggung jawab;
(3) hasil harus diikuti hadiah dan hukuman;
(4) kolaborasi, sinergi bukan kompetisi penuh melainka harus merupakan basis kerja sama, atau diistilahkan coopetition;
(5) tenaga kependidikan harus merasa aman dalam melakukan pekerjaannya;
(6) suasana keadilan harus ditanamkan; dan
(7) imbas jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaan.

Belum tumbuhnya budaya kualitas baik dari segi input, proses maupun output pendidikan merupakan faktor penghambat tumbuhnya kepala sekolah profesional. Dalam hal ini, sekolah harus selalu menggalakkan peningkatan kualitas, yakni kepuasan pelanggan, baik internal maupun eksternal.

  Buku Manajemen Berbasis Sekolah, https://www.guruenjoy.com/
Buku Manajemen Berbasis Sekolah


D.Landasan  Hukum
1.Pembukaan dan pasal 31 UUD 1945
2.Undang-Undang No. 20 th 2003 tentang Sisdiknas pasal 51
3.Peraturan Pemerintah No. 19 th 2005
Pasal 49 ayat (1)
“Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas”
Pasal 51 ayat (1), (2), dan (3)

  • Pengambilan keputusan pada satuan pendidikan dasar dan menengah di bidang akademik dilakukan oleh rapat Dewan Pendidik yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan.
  • Pengambilan keputusan pada satuan pendidikan dasar dan menengah di bidang non akademik dilakukan oleh komite sekolah/madrasah  yang dihadiri oleh kepala satuan pendidikan.
  • Rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah dilaksanakan atas dasar prinsip musyawarah mufakat yang berorientasi pada peningkatan mutu satuan pendidikan.

E. Tujuan Program MBS

Tujuan MBS utamanya penerapan MBS pada intinya adalah untuk penyeimbangan struktur kewenangan antara sekolah, pemerintah daerah pelaksanaan proses dan pusat sehingga manajemen menjadi lebih efisien. Kewenangan terhadap pembelajaran di serahkan kepada unit yang paling dekat dengan pelaksanaan proses pembelajaran itu sendiri yaitu sekolah. 

Disamping itu untuk memberdayakan sekolah agar sekolah dapat melayani masyarakat secara maksimal sesuai dengan keinginan masyarakat tersebut. Tujuan penerapan MBS adalah untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif.

Lebih rincinya MBS bertujuan untuk:
1. meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia;
2. meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
3. meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan
4. meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai

F.Prinsip-prinsip MBS

1. Prinsip Ekuifinalitas (Principle of Equifinality)

Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi bahwa terdapat beberapa cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan. MBS menekankan fleksibilitas sehingga sekolah harus dikelola oleh warga sekolah menurut kondisi mereka masing-masing. Karena kompleksnya pekerjaan sekolah saat ini dan adanya perbedaan yang besar antara sekolah yang satu dengan yang lain, misalnya perbedaan tingkat akademik siswa dan situasi komunitasnya, sekolah tak dapat dijalankan dengan struktur yang standar di seluruh kota, provinsi, apalagi Negara.
Pendidikan sebagai identitas yang terbuka terhadap berbagai pengaruh eksternal. Oleh karena itu, tak menutup kemungkinan bila sekolah akan mendapatkan berbagai masalah seperti halnya institusi umum lainya. 

Pada zaman yang lingkunganya semakin kompleks ini maka sekolah akan semakin mendapatkan tantangan permasalahan.
Sekolah harus mampu memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapinya dengan cara yang paling tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisinya. Walaupun sekolah yang berbeda memiliki masalah yang sama, cara penanganannya akan berlainan antara sekolah yang satu dengan yang lain.

2. Prinsip Desentralisasi (Principle of Decentralization)

Desentralisasi adalah gejala yang penting dalam reformasi manajemen sekolah modern. Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinalitas. Prinsip desentralisasi dilandasi oleh teori dasar bahwa pengelolaan sekolah dan aktivitas pengajaran tak dapat dielakkan dari kesultian dan permasalhaan. Pendidikan adalah masalah yang rumit dan kompleks sehingga memerlukan desentralisasi dalam pelaksanaannya.

Prinsip ekuifinalitas yang dikemukakan sebelum mendorong adanya desentralisasi kekuasaan dengan mempersilahkan sekolah memiliki ruang yang lebih luas untuk bergerak, berkembang,dan bekerja menurut strategi-strategi unik mereka untuk menjalani dan mengelola sekolahnya secara efektif. 

 Oleh karena itu, sekolah harus diberi kekuasaan dan tanggung jawab untuk memecahkan masalahnya secara efektif dan secepat mungkin ketika masalah itu muncul. Dengan kata lain, tujuan prinsip desentralisasi adalah efisiensi dalam pemecahan masalah, bukan menghindari masalah. Oleh karena itu, MBS harus mampu menemukan masalah, memecahkannya tepat waktu dan memberi sumbangan yang lebih besar terhadap efektivitas, aktivitas pengajaran dan pembelajaran. Tanpa adanya desentralisasi kewenangan kepada sekolah itu sendiri maka sekolah tidak dapat memecahkan masalahnya secara cepat, tepat, dan efisien.

3. Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri
 MBS tidak mengingkari bahwa sekolah perlu mencapai tujuan-tujuan berdasarkan suatu kebijakan yang telah ditetapkan, tetapi terdapat berbagai cara yang berbeda-beda untuk mencapainya. MBS menaydari pentingnya untuk mempersilahkan sekolah menjadi system pengelolaan secara mandiri di bawah kebijakannya sendiri. Sekolah memiliki otonomi tertentu untuk mengembangkan tujuan pengajaran strategi manajemen, distribusi sumber daya manusia dan sumber daya lainnya, memecahkan masalah, dan mencapai tujuan berdasarkan kondisi mereka masing-masing. Karena sekolah dikelola secara mandiri maka mereka lebih memiliki inisiatif dan tanggung jawab.

Prinsip ini terkait dengan prinsip sebelumnya, yaitu prinsip ekuifinalitas dan prinsip desentralisasi. Ketika sekolah menghadai permasalahan maka harus diselesaikan dengan caranya sendiri. Sekolah dapat menyelesaikan masalahnya bila telah terjadi pelimpahan weewnang dari birokrasi di atasnya ke tingkat sekolah. Dengan adanya kewenangan di tingkat sekolah itulah maka sekolah dapat melakukan system pengelolaan mandiri.

4. Prinsip Inisiatif Manusia (Principle of Human Initiative)

Perspektif sumber daya manusia menekankan bahwa orang adalah sumber daya berharga di dalam organisasi sehingga poin utama manajeman adalah mengembangkan sumber daya manusia di adalam sekolah untuk berinisitatif. Berdasarkan perspektif ini maka MBS bertujuan untuk membangun lingkungan yang sesuai untuk warga sekolah agar dapat bekerja dengan baik dan mengembangkan potensinya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas pendidikan dapat diukur dari perkembangan aspek sumber dayamanusianya.

Prinsip ini mengakui bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis, melainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi sumber daya manusia harus selalu digali, ditemukan, dan kemudian dikembangkan. Sekolah dan lembaga pendidikan yang lebih luas tidak dapat lagi menggunakan istlah staffing yang konotasinya hanya mengelola manusia sebagai barang yang statis. Lemabaga pendidikan harus menggunakan pendekatan human resources development yang memiliki konotasi dinamis dan asset yang amat penting dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan.

 BAB II                                                                                                                                                    

1. Tujuan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah:

Tujuan Penerapan MBS adalah:
1. Sekolah memiliki kewenangan untuk mengurusi dan mendayagunakan sumber daya  yang ada di sekolah maupun sekitarnya.
2. Sistem pengelolaan lebih tersusun dengan baik
3. Kepala sekolah, beserta seluruh warga sekolah dan sekitarnya, bersama-sama meningkatkan mutu pendidikan sekolah.
4. Seluruh warga sekolah , memiliki tanggung jawab sesuai dengan  tugasnya.
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah yang ada di salah satu sekolah dasar adalah kurikulum dan program pengajaran, tenaga kependidikan, kesiswaan, sarana dan prasarana pendidikan, dan pengelolaan hubungan sekolah dan orang tua/wali murid

2. Kurikulum dan Program Pengajaran

Kurikulum dan program pengajaran merupakan pijakan dalam proses pendidikan yang diselenggarakan pada sebuah lembaga pendidikan, Perencanaan dan pengembangan kurikulum nasional telah dilakukan Departemen Pendidikan Nasional pada tingkat pusat. Namun demikian sekolah juga bertugas dan berwenang mengembangkan kurikulum muatan lokal sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat setempat dan sosial budaya yang mendukung pembangunan lokal sehingga peserta didik tidak terlepas dari akar sosial budaya lingkungan (Mulyasa, 2002:40).

Dalam manajemen berbasis sekolah di Indonesia untuk muatan lokal mengharuskan setiap satuan pendidikan diharapkan dapat mengembangkan dan memunculkan keunggulan program pendidikan tertentu sesuai dengan latar belakang tuntutan lingkungan sosial masyarakat. Dengan otonomi sekolah dalam arti luas mempunyai fungsi untuk menghubungkan program-program sekolah dengan seluruh kehidupan peserta didik dan kebutuhan lingkungan sehingga setelah siswa menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan mereka siap pakai sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

1) Kurikulum dalam MBS
Yang dimaksud dengan manajemen kurikulum dan program pengajaran tidak hanya perencanaan satuan pembelajaran saja, akan tetapi juga termasuk pelaksanaan, serta penilaian kurikulum. Sesuai dengan hakikatnya, Jika ditinjau dari fungsi manajemen, kegiatan kurikulum mencakup tiga hal, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan atau penilaian.  

a) Perencanaan kurikulum
Berdasarkan perencanaan tingkat pusat, sekolah menyusun kegiatan sekolah terkait dengan proses belajar mengajar di kelas dan diluar kelas. Kegiatan sekolah yang dilakukan SD Negeri 1 Panimbo,  antara lain: merencanakan program kegiatan tahunan, rencana program kegiatan catur wulan (semester), rencana persiapan mengajar atau RPP, penyusunan jadwal pelajaran sekolah, dan sebagainya

b) Pelaksanaan kurikulum
Guru di SD Negeri 1 Panimbo dituntut harus dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik dan sistematis, agar siswa mampu menerima pelajaran yang disampaikan oleh guru dan dapat dipahami dengan baik.  Pada intinya, pelaksanaan kurikulum merupakan proses interaksi belajar mengajar antara guru dan siswa yang dapat dirinci dalam tiga tahap:

1) Tahap persiapan pelajaran, adalah kegiatan yang dilakukan guru sebelum mulai mengajar,  antara lain: memeriksa ruang kelas,berdoa,  mengabsen siswa, cek kesiapan alat dan media, serta kesiapan siswa.
2)  Tahap pelaksanaan pelajaran, adalah kegiatan mengajar sesungguhnya yang dilakukan oleh guru dan sudah ada interaksi langsung dengan siswa mengenai pokok bahasan yang diajarkan. Tahap ini terbagi lagi ke dalam tiga tahap, yaitu pendahuluan, pelajaran inti, penutup dan evaluasi.
3) Tahap penutupan, yaitu kegiatan yang terjadi di kelas sesudah guru selesai melaksanakan tugas mengajar.

Kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar mengajar.
Kegiatan ini meliputi:
(1). Penyusunan jadwal pelajaran
(2). Penyusunan program (rencana) berdasar satuan waktu tertentu
(catur wulan, semesteran, tahunan)
(3). Pengisian daftar kemajuan murid.
(4). Penyelenggaraan evaluasi hasil belajar
(5). Laporan hasil evaluasi
(6). Kegiatan bimbingan penyuluhan

c) Pengawasan atau penilaian kurikulum

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah dilaksanakannya evaluasi baik submatif atau formatif. Kedua jenis evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui keberhasilan guru dalam mengajar dilihat dari prestasi atau hasil yang telah dikuasai siswa, yang pada akhirnya diarahkan untuk mengkaji seberapa jauh kurikulum telah dilaksanakan.

Evaluasi formatif adalah evaluasi atau penilaian yang dilakukan oleh guru setelah salah satu pokok bahasan selesai dipelajari oleh siswa. Evaluasi formatif dimaksudkan untuk memberikan feed back kepada guru mengenai keberhasilan program yang telah dia susun dalam proses belajar mengajar.Jadi dalam pelaksanaan evaluasi formatif, guru di SD,  memberikan soal setelah pelaksanaan pembelajaran selesai atau materi yang telah disampaikan selesai.  Biasanya guru memberikan evaluasi pada akhir bab selesai.  Dalam hal ini, keberhasilan siswa adalah tolok ukur keberhasilan program belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru.

Evaluasi sumatif atau lebih dikenal dengan tes sumatif adalah tes yang diselenggarakan oleh guru setelah sampai pada jangka waktu tertentu (semester).  Dalam pelaksanaannya, Tes sumatif ini biasanya disebut dengan ulangan umum atau ujuan bersama karena biasanya diselenggarakan secara serentak di seluruh sekolah.  Dan berdasarkan beberapa hal diatas, pantaslah rasanya kalau kurikulum KTSP dikatakan sebagai kurikulum yang lolos dalam seleksi kurikulum di tingkat nasional dan seharusnya memang telah dilaksanakan.  Jadi dalam mengetahui keberhasilan siswa dalam mengikuti pelajaran.  

Faktor Pendukung Manajemen Berbasis Sekolah di salah satu Sekolah Dasar 
a. Kondisi sekolah yang kondusif untuk melakukan proses pembelajaran
b. Kepala sekolah memiliki kewenangan untuk mengatur pelaksanaan manajemen  berbasis sekolah bersama guru:
Selaku kepala sekolah, memiliki peran dalam mengendalikan MBS di sekolah, diantaranya:
Sebagai pemimpin dalam pengambilan keputusan, dan penentu kebijakan, misalnya dalam kegiatan rapat dan pertemuan tertentu.

Mengevaluasi kinerja guru dan staf lainnya
Sebagai pengendali struktur organisasi
Memberikan bimbingan dan arahan kepada guru, agar mampu menjalankan tugasnya dengan baik.
Memberikan motivasi kepada guru, agar guru lebih bersemangat  dalam menjalankan tugasnya.

c) Hubungan antara sesama guru baik dan kompak serta hubungan dengan orang tua siswa juga baik, sehingga dalam penerapan manajemen berbasis sekolah dapat dilakukan dengan kerja sama:
Komite Sekolah, bersama kepala sekolah, menentukan kebijakan sekolah, visi, misi,
menganalisis kebijakan pendidikan

Kepala Sekolah, sebagai pemimpin dalam pengelolaan sekolah.
Guru, menguasai bidang tugasnya, dan terampil dalam pengelolaan proses belajar mengajar
Orang tua dan masyarakat,menjaga dan menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif.
 Bendahara (staf), mengelola pendapatan dan pengeluaran dalam peningkatan mutu pendidikan.

d) Keuangan sekolah lancar, sehingga dalam pengadaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dapat tertangani

e) Hubungan antar warga sekolah maupun dengan orang tua murid, pengurus komite berjalan dengan baik

f) Pembinaan dan kerja sama dengan Puskesmas Depok 1, untuk menunjang kesehatan siswa.

5) Faktor Penghambat Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Dasar Negeri. 

a)   Kadang kesulitan dalam menggalang dana untuk meningkatkan mutu pendidikan disekolah.
b)  Dalam sekali tempo terdapat guru yang tidak disiplin, dengan alasan rapat, atau ada keperluan lain, sehingga proses belajar mengajar siswa tertunda atau bisa di ganti guru lain dengan  menggabung dengan kelas lain sehingga pembelajaran tidak dapat berjalan secara optimal
c) Kegiatan ekstrakurikuler belum berjalan secara maksimal, dikarenakan pembina terkadang berhalangan hadir/kosong.

B.  Analisis Pelaksanaan MBS

Pelaksanaan manajemen MBS di SD secara keselurahan sudah berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari penjelasan kepala sekolah, guru-guru serta tenaga lainnya bahwa dalam penyususunan program sekolah semua terlibat didalamnya termasuk komite dan tokoh masyarakat(stekholder) yang ada di lingkungan sekolah tersebut. Dan dalam penyusunan program sekolah dilakukan secara transfaran baik dalam menentukan anggaran,pengeluran maupun dalam mencari dana untuk kepentingan pengembangan instusi sekolah yang dipelopori komite sekolah.

Agar pelaksanaan manajemen MBS di SD Negeri  berjalan lebih  baik lagi, tentunya tidak hanya puas dengan pelaksaan yang sudah berjalan selama ini tetapi harus lebih ditingkatkan sehingga apa yang menjadi tujuan dari sekolah dan MBS akan tercapai.

Menurut kelompok kami bahwa pelaksanaan MBS ini sudah sesuai dengan tuntutan jaman yang semakin maju sehingga nantinya dengan dilaksanakannya manajemen MBS ini dengan baik akan bisa merubah tantangan atau tuntutan pendidikan pada masa abad ke -21 dengan menghasilkan siswa-siswi yang berpotensi dan mampu menghadapi masalah  yang akan bersaing di pasar bebas nanti.

C. Ide-ide Inovatif  yang diperlukan

a. Perubahan dan Inovasi Pendidikan

Proses perubahan sosial terdiri dari tiga tahap: (1) inovasi, (2) Diffusi, dan (3) konsekwensi. Inovasi adalah dimana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan. Sedangkan difusi adalah proses dimana ide-ide baru itu dikomunikasikan dalam sistem sosial. Sedangkan konsekwensi adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat dari mengadobsi atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan atau penolakan ide baru itu mempunyai akibat.

Inovasi menurut Ibrahim (1998 : 50)  inovasi pendidkan adalah inovasi dalam bidang pendidikan atau inovasi yang memecah masalah pendidikan. Jadi inovasi pendidikan adalah suatu ide, barang, metoda, yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seorang atau sekelompok orang baik berupa hasil investasi maupun diskoveri yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau memecahkan masalah pendidikan.

Menurut Azis ( Uhar, 2007) Inovasi berarti mengintrodusir suatu gagasan maupun teknologi baru, inovasi merupakan genus dari change yang berarti perubahan. Inovasi dapat berupa  ide, proses dan produk dalam berbagai bidang. Contoh bidangnya adalah :
1. Managerial
2. Teknologi
3. Kurikulum

Perlunya Perubahan dan Inovasi Pendidikan

Rosyada (2007: 8) mengungkapkan beberapa faktor penting yang mendasari pentingnya reformasi atau perubahan  pendidikan yaitu : 
1.Kegagalan pendidikan yang telah dilalui beberapa tahun silam dengan indikator rendahnya kualitas rata-rata hasil belajar siswa yang memasuki jenjang perguruan tinggi
2.Perkembangan perekonomian dunia yang membukan akses pasar global yang semuanya merupakan peluang sekaligus ancaman yang harus di hadapi dengan kualitas Sumber Daya Manusia ( SDM).

William J. Mathis dari Vermost University mengungkapkan mengapa perubahan atau reformasi penting dilakukan :

a. Perubahan pola pikir masyarakat akibat demokratisasi  yang berkembang pada seluruh aspek kehidupan
b. Perubahan dunia yang sangat cepat dan siswa harus dipersiapkan untuk menghadapi perubahan tersebut
c. Kemajuan teknologi dari semua sektor industri dan layanan jasa akan kian mengeser posisi manusia.
d. Penurunan standar hidup, generasi sebelum mereka cadangan natural resource sangat kuat, sedang pada generasi berikutnya semakin menipis dan akan habis.
e. Perkembangan ekonomi semakin mengglobal
f. Peranan wanita semakin kuat, posisi wanita tidak, posisi wanita tidak lagi marginal.
g. Pemahan doktrin agama kian terbuka dan inklusif.
h. Peranan media yang terus menguat, baik untuk mensosialisasikan  berbagai perubahan sosial, mengkritik berbagai kebijakan maupun sebagai media untuk memperoleh berbagai informasi dan hiburan yang dapat sebagai kontributor pendidikan yang positif dan kendala yang negatif bagi pendidikan.

Berikut ini adalah beberapa proposisi mengenai perencanaan dan strategi perubahan pendidikan.
Perencanaan dan inisiasi perubahan akan lebih efektif bilamana tujuan dan kebijaksanaan organisasi jelas, realistis dan dimengerti.

  • Usaha-usaha akan perubahan lebih akan semakin efektif  didukung oleh strategi yang tepat, sistematis, dan komprehensif.
  • Usaha-usaha perubahan akan lebih efektif  bilamana orang-orang yang dipengaruhi terlibat dalam perencanaan.
  • Perubahan akan lebih efektif bila strategi yang dipilih konsisten dengan pusat usaha perubahan. Perubahan akan lebih efektif bilamana prosesnya hemat. Perubahan akan lebih efektif jika dalam kelompok-kelompok tidak nampak suatu persaingan.

Menurut Uno (2007:9) beberapa perubahan dalam pendidikan untuk peningkatan sumber daya manusia, antara lain:
  • Pendidikan sebagai proses pembebasan
  • Pendidikan kita masih terkesan sebagai pendidikan yang membelenggu. Pembelengguan ini bersumber dari ketidakjelasan visi dan misi pendidikan.
  • Pendidikan sebagai proses pencerdasan
  • Pendidikan kita mempunyai gaya belajar yang tidak menjurus sesuai dengan latar belakang dan kepribadian anak.
  • Pendidikan menjunjung tinggi hak-hak anak
  • Pendidikan kita cenderung merampas hak-hak anak tanpa memperhatikan keinginan dan potensi anak.
  • Pendidikan membangun watak persatuan dan perdamaian.
  • Pendidikan tidak membelajarkan peserta didik memecahkan konflik secara damai dan kreatif.
  • Pendidikan anak berwawasan integratif
  • Pendidikan kita masih terkesan terkotak-kotak. Hal ini dikarenakan kurikulum belum mampu menjadikan anak berwawasan integratif.
  • Pendidikan menghasilkan manusia demokratis
  • Pendidikan kita terkesan otoriter, baik manajemen, interaksi, proses, kedudukan, maupun substansinya.
  • Pendidikan menghasilkan manusia yang peduli terhadap lingkungan
  • Akibat pendidikan yang otoriter dan membelenggu sehingga anak tidak peka terhadap permasalahan di lingkungan.
  • Sekolah bukan satu-satunya instrumen pendidikan
  • Sistem pendidikan nasional lebih mengarahkan pendidikan berpusat di sekolah baik secara formal maupun nonformal.

Perlunya Manajemen Dalam Perubahan dan Inovasi Pendidikan

Pengembangan, peningkatan dan perbaikan pendidikan harus dilakukan secara holistis dan simultan tidak boleh parsial walaupun mungkin dilakukan secara bertahap. Perbaikan sektor kurikulum, tenaga guru, dan fasilitas serta tenaga pembejaran tidak akan membawa perubahan signifikan jika tidak disertai dengan perbaikan pola dan kultur manejemen yang mendukung perubahan-perubahan tersebut.

Sekolah merupakan sebuah organisasi yakni unit sosial yang sengaja dibentuk orang yang satu sama lainnya berkoordinasi dalam melaksanakan pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama. Demokrasi  manejemen sekolah tidak cukup hanya dengan pelibatan stake holder dalam perumusan berbagai kebijakan kurikulum, pelibatan siswa dalam kebijakan pengembangan proses pembelajaran tetapi juga harus didukung dengan iklim demokrasi dalam organisasi sekolah sendiri.

Pengembangan sekolah agar dapat dapat mencapai performa terbaik yang mampu menghasilkan lulusan yang cerdas, kompetitif, setidaknya harus didukung  oleh 5 karesteristik, yakni :
  1. Kepemimpinan yang kuat.
  2. Memiliki ekspetasi yang tinggi pada siswa,
  3. Memberikan penguatan pada basic skills.
  4. Suasana yang terkontrol dan bisa diatur.
  5. Sering melakukan tes terhadap performa siswa.

Dalam konteks pendidikan, manejemen sekolah adalah proses koordinasi yang terus menerus dilakukan oleh seluruh anggota organisasi untuk menggunakan seluruh sumber daya dalam upaya memenuhi berbagai tugas organisasi yang dilakukan secara efesien. 

Koordinasi yang dimaksudkan di atas adalah koordinasi antara guru dengan kepala sekolah, dan tata usaha, serta tata usaha dan kepala sekolah untuk mencapai tujuan dalam meningkat performa sekolah.
Perencanaan dan pengembangan sekolah dalam mencapai tujuan didasarkan pada beberapa variabel antara lain visi, misi, kurikulum dan pengembangan kurikulum, sumber daya manusia, kesejateraan siswa, sumber daya fisik, daftar siswa dan pemasaran, struktur dan pendekatan manajemen,sumber daya keuangan, monitoring dan mekanisme evaluasi.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat  kami simpulkan bahwa Manajemen berbasis sekolah pada intinya adalah memberikan kewenangan terhadap sekolah untuk melakukan  pengelolaan dan perbaikan kualitassecara terus menerus. 

Dapat juga dikatakan bahwa manajemen berbasis sekolah pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Tujuan MBS adalah untuk mewujudkan kemerdekaan pemerintah daerah dalam mengelola pendidikan. Dengan demikian peran pemerintah pusat akan berkurang. Sekolah diberi hak otonom untuk menentukan nasibnya sendiri. Paling tidak ada tiga tujuan dilaksanakannya MBS Peningkatan Efesiensi, Peningkatan Mutu, Peningkatan Pemerataan Pendidikan.

Dengan adanya MBS diharapkan akan memberi peluang dan kesempatan kepada kepala sekolah, guru dan siswa untuk melakukan inovasi pendidikan. Dengan adanya MBS maka ada beberapa keuntugan dalam pendidikan yaitu, kebijakan dan kewenangan sekolah mengarah langsung kepada siswa, orang tua dan guru, sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal, pembinaan peserta didik dapat dilakukan secara efektif, dapat mengajak semua pihak untuk memajukan dan meningkatkan pelaksanaan pendidikan.

B. Saran
Saran dari kelompok kami untuk penerapan MBS di Sekolah Dasar ini yaitu supaya lebih dioptimalkan lagi dalam meng-implementasikan Manajemen Berbasis Sekolah supaya menjadi lebih baik lagi kedepannya dan bisa menjadi lebih optimal.


Itulah pembahasan saya mengenai MBS  atau manajemen sekolah dasar, semoga bisa bermanfaat bagi rekan-rekan semuanya khususnya mahasiswa atau tenaga pendidik di Sekolah Dasar. Terima kasih.
Manajemen Berbasis Sekolah Dasar
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas? Silakan berlangganan postingan terbaru langsung via email.